Kaesang Pangarep ternyata sudah mengurus surat keterangan untuk melengkapi persyaratan maju pemilihan kepala daerah (Pilkada). Kaesang mengurus surat keterangan itu ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
“Betul Kaesang sudah ngurus surat keterangan belum pernah dipidana ke PN Jaksel,” ujar Pejabat humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto kepada wartawan, Jumat (23/8/2024).

Djuyamto mengatakan permohonan itu disampaikan Kaesang ke PN Jaksel pada 20 Agustus 2024. Djuyamto mengatakan hari itu juga PN Jaksel menerbitkan surat-surat yang dimohonkan Kaesang.

“(Permohonan Kaesang) Surat Keterangan Tidak Pernah Sebagai Terdakwa, Surat Keterangan Tidak Sedang Dicabut Hak Pilihnya Dalam Daftar Pemilih, dan Surat Keterangan Tidak Memiliki Tanggungan Utang,” jelasnya.

Djuyamto mengatakan permohonan itu diajukan Kaesang sebagai syarat calon wakil gubernur (Cawagub) Jawa Tengah.

“(Tujuan permohonan) persyaratan pencalonan sebagai Wagub Jateng,” katanya.

Diketahui, MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada. MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.

Putusan terhadap perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8). Pada saat putusan MK dibacakan, Kaesang mengajukan surat permohonan itu ke PN Jaksel.

Keesokan harinya, Baleg DPR RI dan pemerintah sepakat usia calon kepala daerah dihitung saat pelantikan seperti putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap PKPU, bukan saat penetapan seperti penegasan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan terhadap gugatan UU Pilkada.

Baleg DPR juga sepakat untuk membedakan syarat minimal bagi partai untuk mengusung calon kepala daerah, yakni antara partai dengan kursi DPRD dan partai tanpa kursi DPRD. Hal ini berbeda dengan putusan MK yang menyamaratakan perhitungan suara partai tanpa memandang ada tidaknya kursi di DPRD.

Pada Kamis (22/8) RUU Pilkada itu dibawa ke paripurna. Namun, RUU Pilkada itu batal disahkan usai rapat terus ditunda karena kuota forum (kuorum) tak kunjung tercapai.