Jakarta – Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menanggapi kritik ekonom senior Faisal Basri terhadap program hilirisasi. Faisal Basri sebelumnya menyebut hilirisasi punya konsep yang sesat.
Terkait ini Bahlil balik bertanya kenapa hilirisasi, dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya alam, baru disebut sesat sekarang. Padahal pengerukan sumber daya alam sudah dilakukan sejak dulu.

“Alah, ini yang sesat ini terlalu banyak abang-abang gua. Emang gini ya, aku mau tanya kalian, logikanya begini loh, emang dulu waktu kita mengambil bahan baku kita, saya kan dulu pengusaha, mengambil bahan baku kemudian kita kirim, kenapa itu nggak dibilang sesat?” kata Bahlil saat ditemui usai mencoblos di TPS 4 Duren Tiga, Jakarta Selatan, Rabu (14/2/2024).

Bahlil menangkap yang dimaksud Faisal Basri adalah banyaknya smelter yang berasal dari China. Dalam hal ini ia menilai perlu ada dukungan dari perbankan kepada pengusaha lokal yang ingin membangun smelter.

“Yang sesat itu, yang dimaksud bang Faisal itu adalah kenapa pabriknya investasinya lebih banyak orang China, Kan gitu maksudnya. Kasih tau orang perbankan nasional kita agar segera membiayai para pengusaha nasional yang melakukan pembangunan smelter,” jelasnya.

Ia menjelaskan, Izin Usaha Pertambangan (IUP) 80% dimiliki oleh orang Indonesia. Lalu ada investor yang mau membiayai pembangunan smelter, yang mayoritasnya berasal dari China.

“Karena kalau IUP nikel itu 80% punya orang Indonesia. Tapi dia kan menjual kepada yang punya smelter. Siapa yang punya smelter? Investor. Kenapa investor China paling banyak? Karena dia yang menyiapkan pembiayaannya. Kalo mau begitu Indonesia bisa, tapi pake perbankan karena itu bukan intervensi dana APBN. Gitu logikanya ya,” tambahnya.

Beberapa waktu lalu, Faisal Basri mengkritik keras hilirisasi. Menurutnya keputusan pemerintah melarang ekspor sejumlah komoditas justru merugikan produsen dalam negeri.

“Hilirisasi itu konsep yang sesat. Nggak ada yang bilang sesat itu, nggak ada (di debat pilpres). Konsep yang sangat sesat itu,” katanya dalam Diskusi Publik INDEF di Manhattan Hotel, Jakarta Selatan, Senin (5/2/2024)

Pada kesempatan lain, ia menjelaskan jika hilirisasi membuat pasokan nikel dalam negeri jadi menumpuk. Imbasnya harga jadi anjlok lalu dibeli oleh China.

“Sebejat-bejatnya kebijakan adalah melarang. Karena melarang itu mematikan pasar. Nggak boleh dagang ke luar negeri, yang paling menderita produsen dalam negeri. Harganya anjlok kan dalam negeri karena (stok) jadi banjir,” katanya dalam Seminar Nasional Presisi Cegah Korupsi di Jakarta, Kamis (14/9/2023).

“Harga anjlok dibeli China, dibikin smelter, dijual ke China. Pinter nggak kita. Itulah sebejat-bejatnya kebijakan. Kalau bisa jangan larang melarang, norak,” pungkasnya.